Kapital
sosial adalah kekuatan yang menggerakkan masyarakat, terbentuk melalui berbagai
interaksi sosial dan institusi sosial. Menurut salah satu penggagas kapital sosial,
Robert Putnam, kapital sosial adalah bagian dari organisasi sosial berupa
hubungan sosial dan rasa saling percaya yang memfasilitasi koordinasi dan
kerjasama untuk kepentingan bersama. Seperti halnya kapital yang lain, kapital
sosial dapat meningkat dan dapat pula menurun bahkan menghilang.
Hasil
penelitian Putnam di Italia menggambarkan adanya korelasi positif antara
kapital sosial dan kinerja pemerintah daerah. Putnam menyimpulkan bahwa kapital
sosial mempunyai peranan penting dalam penciptaan pemerintah daerah yang
responsif dan efisien, pemerintah daerah yang responsif dan efisien ini
ditandai dengan adanya masyarakat yang kuat dan dinamis. Selain itu arus balik
kekuasaan dari pusat ke daerah dalam kerangka desentralisasi tidak pelak
mensyaratkan partisipasi lokal dalam pembangunan daerah dan kapital sosial
merupakan kekuatan tidak terlihat yang dapat mendorong keberhasilan partisipasi
lokal tersebut. Dengan demikian penting sekali bagi pemerintah daerah memahami
ide kapital sosial terlebih dalam implementasi kebijakan-kebijakan di daerah
dalam kerangka desentralisasi.
Meskipun
tidak ada suatu kesepakatan mengenai definisi umum bagi kapital sosial,
terdapat suatu persamaan pandangan bahwa hubungan yang mutual, kepercayaan dan
norma sosial lainnya mempunyai peranan penting dalam peningkatan kapital
sosial. Selain hubungan formal dalam masyarakat dan bentuk formal dari kontak
sosial seperti misalnya yang terjadi melalui organisasi masyarakat, kelompok
spiritual dan keagamaan, partai politik, klub olahraga dan lain sebagainya,
hubungan sosial yang informal yang terjadi di masyarakat seperti interaksi
sosial antara masyarakat dalam satu lingkungan, kelompok pertemanan dan
kelompok-kelompok informal lainnya juga merupakan komponen penting dari kapital
sosial. Kunci yang paling menentukan dalam penguatan kapital sosial adalah
interaksi yang intens antara warga masyarakat, dan disinilah peran ruang publik
tampil ke muka.
Kapital
Sosial dan Ruang Publik
Ruang
publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis dan bermakna.
Responsif dalam arti ruang publik harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan
dan kepentingan luas. Sementara demokratis berarti ruang publik seharusnya
dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial,
ekonomi dan budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia. Dan
terakhir bermakna yang berarti ruang publik harus memiliki tautan antara
manusia, ruang dan dunia luas serta dengan konteks sosial.
Dengan
karakteristik ruang publik sebagai tempat interaksi warga masyarakat, tidak
diragukan lagi arti pentingnya dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kapital
sosial. Namun sayangnya, arti penting keberadaan ruang-ruang publik tersebut di
kota-kota di Indonesia lama kelamaan diabaikan oleh pembuat dan pelaksana
kebijakan tata ruang wilayah sehingga ruang yang sangat penting ini
lama-kelamaan semakin berkurang. Ruang-ruang publik tersebut yang selama ini
menjadi tempat warga melakukan interaksi, baik sosial, politik maupun
kebudayaan tanpa dipungut biaya, seperti lapangan olah raga, taman kota, arena
wisata, arena kesenian, dan lain sebagainya lama-kelamaan menghilang digantikan
oleh mall, pusat-pusat perbelanjaan, ruko-ruko dan ruang-ruang bersifat privat
lainnya.
Mall
atau pusat-pusat perbelanjaan
tidak akan pernah dapat benar-benar menjadi ruang publik meski dewasa ini
tempat-tempat tersebut
sering dijadikan sebagai lokasi bertemu, bertukar informasi, atau sekedar
tempat rekreasi
melepas kepenatan seusai menghadapi berbagai rutinitas pekerjaan. Karena
meskipun terbuka
untuk umum, mall tetap menampilkan wajah yang privat dimana di dalamnya orang
yang ada di sana
cenderung berasal dari kalangan ekonomi tertentu. Tidak adanya kontak dan interaksi
sosial sebagai prasyarat bagi penguatan kapital sosial merupakan alasan utama
mengapa ruang publik tidak dapat tergantikan oleh mall atau pusat perbelanjaan.
Desentralisasi
mensyaratkan adanya masyarakat sipil yang dinamis dan kapital sosial dapat
dikatakan sebagai bumbu utama dari pembentukan masyarakat sipil yang dinamis
tersebut. Kebijakan desentralisasi oleh pembuat dan pelaksana kebijakan di
daerah harus senantiasa diarahkan bagi penguatan kapital sosial demi terciptanya
masyaraka sipil yang dinamis tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah menjaga dan mengarahkan kebijakan tata ruang wilayah dan perencanaan
kota untuk selalu menghormati arti penting dan keberadaan ruang publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar